Original post:Jumat, 06 Januari 2012
Memancing tawa dengan mengandalkan kebodohan dan tampang
blo’on, dan aneka komedi slapstik lain yang cenderung kasar,
masih marak di panggung komedi kita. Kehadiran Stand Up Comedy
memberi warna lain yang tak kalah menghibur.
Ada seorang anak laki-laki, tampan, bergaya necis, dan selalu
membawa BB kemana-mana. Demam bermain twitter agaknya juga menghinggapi
dirinya. Setiap hari, setiap saat, dia selalu ngetweet tentang kabar
terbarunya. Padahal dia hanya memiliki 4 followers. Bapaknya, ibunya, kakek dan
neneknya. Suatu hari ibunya menelpon. “Nak kamu dimana? Cepat pulang. Nenek mu
meninggal”. Lalu
si anak menjawab dengan tersedu-sedu. “Hah? Apa Mah?? Hiks.. Itu nggak mungkin..
Aku nggk siap..hiks”. Sang ibupun heran. “Halah, tumben kamu ngomong begitu,
biasanya juga kalau Nenek datang, kamu cuekin”. Spontan si anak menjawab
“Bukan, Mah..tapi aku nggak siap, followers ku berkurang satu…
Mendengar
lawakan yg dilontarkan oleh sang comic (pelaku stand up comedy), spontan
seluruh penonton yang hadir, tertawa terpingkal-pingkal. Ya…akhir-akhir ini
seni melawak dengan gaya monolog sedang disukai. Dari kafe hingga stasiun
televisi, para comic berlomba-lomba menjadi yang terjago mengocok perut
pendengar dengan melawak seorang diri di atas panggung. Jika dirunut ke
belakang, komedi jenis ini sangat sepi peminat karena kurang populer dengan
lawakan genre lainnya di Indonesia.
Bukan Lawak Tunggal
Rabu
malam di sebuah cafe yang ukurannya tidak terlalu besar. Duasana begitu penuh
sesak, nyaris berjejalan antara sesama pengunjung lainnya. Terbilang padat,
ironis dengan suasana yang hening. Perhatian mereka tertuju ke depan. Ke sebuah
panggung yang didesain dengan latar tembok motif batu bata, satu microphone
tegak lurus, dan bangku bar yang diletakkan di tengah-tengah. Di atas panggung, dipasang tirai merah dan lampu-lampu kecil
pemeriah suasana.
Di panggung inilah, para
comic melancarkan “aksi” mereka dalam menghibur penonton. Beberapa tampak
grogi, beberapa tampil percaya diri. Setiap penampilan, para comic hanya diberi
waktu lima menit untuk tampil. Sebagai penanda, bel kicauan burung akan
berbunyi bila waktu tersebut usai. Itulah sedikit gambaran tentang suasana
Comedi Caffe di kawasan Kemang, Jakarta Selatan setiap Rabu malam.
Secara umum, stand up
comedy merupakan seni melawak yang ditampilkan oleh seorang komedian di depan
para penonton dan berbicara langsung di depan mereka. Para comic ini biasanya
membawakan cerita singkat, jokes (disebut dengan “bits”), dan one-liners, yang
lazim disebut aksi pertunjukkan monolog.
“Bahannya
lebih pintar, elit, intelektual, dan sangat spesifik ke diri si comic sendiri.
Apakah itu riwayat dia, pengalaman dia, atau sudut pandang dia. Karena stand up
comedy indonesia belum murni terbentuk, jadi masih banyak yang ngomong jorok.
Ngga papa, kita kan masih belajar. Tapi nantinya kita akan membentuk stand up
comedy indonesia, baru disitu kita bikin peraturannya,” ucap Ramon P Tommybens,
stand up comedian senior Indonesia.
“Tapi
ada juga lawakan yang dibawakan satu orang tapi disebutnya lawak tunggal. Dan
itu bukan stand up comedy. Kalau lawak tunggal, meskipun sendirian tapi yang
dibawakan adalah bahan-bahan yang sering didengar,” lanjut Ramon.
Berjaya Setelah 14 Tahun
Melihat perkembangan stand
up comedy yang semakin pesat akhir-akhir ini, boleh dibilang atas kerja keras
Ramon yang tanpa henti mempromosikan stand up comedy ke masyarakat Indonesia.
Kecintaannya yang begitu besar pada dunia komedi ini akirnya menghasilkan
butir-butir pemikiran untuk mendirikan sebuah komedi kafe di Indonesia,
tepatnya Jakarta.
“Stand
Up Comedy terkenal bukan dari televisi. Tapi di bar atau tempat minum-minum
biasa di Amerika. Suatu hari ada orang mabuk. Sambil setengah sadar dia
bercerita tentang hal-hal lucu. Orang yang ada disitu pada mendengar dan
ketawa. Lama-lama orang itu disuruh tampil lagi minggu depan dan mulai dikasih
microphone. Jadilah comedy cafe. Tadinya cuma bar yang menyediakan hiburan
kafe. Lalu berkembang jadi commedy cafe,” ungkap pria berkacamata ini.
Ketika kafe ini terwujud,
bukan berarti semua selesai. Kendala yang dihadapi Ramon kemudian ialah tidak
adanya respon dari masyarakat untuk berani ber-open mic di panggung. Hanya
Ramon seorang dirilah yang tampil. Merasa jenuh, akhirnya Ramon menyuruh
pegawainya yang berjumlah lebih dari 20 orang tampil satu-satu ke atas
panggung.
“Namanya juga hobi, jadi aku nggk gampang
menyerah. Jadi ketika itu sepi, ya itu standar. Standarnya adalah aku masih
bisa open mic sendirian. Pokoknya aku kekeh dari tahun 97 itu, setiap hari rabu
jam 8 malam, tetap bikin open mic dan itu yang dipuji orang,” ucap pria
kelahiran Jakarta, 1 April 1957 silam.
Setelah
proses yang cukup panjang dan melelahkan, Ramon pantas berbahagia dan berbangga.
Sebab, hari demi hari animo masyarakat terhadap stand up comedy semakin tinggi.
“Baru
bulan Juni kemarin sudah makin bangkit komunitasnya. Mereka antusias banget
untuk menggeluti dunia ini. Ada yang pingin jadi comic, ada yang cuma pingin
jadi penyelenggaranya. Bahkan ada
yang sudah show kemana-mana, tampil 10 menit dan dibayar 1-2 juta rupiah.
Sekarang stand up comedy sangat menarik bagi orang muda. Bukan cuma menawarkan
alternatif jenis hiburan baru tapi juga menawarkan profesi, sebuah job, pekerjaan,”
tukas Ramon.
Abigail
Pede dengan Lawakan Bahasa Inggris
Dari sekian penampilan para comic, Abigail Radhita Pratomo menjadi satu-satunya
comic perempuan dan tampil dengan lawakan berbahasa Inggris
Menurutnya
tampil dengan berbahasa inggris memang cenderung berisiko, sebab tak semua
penonton bisa “mengerti” lawakan tersebut. Tetapi bagi Abigail, dirinya justru
merasa pede (percaya diri) dan lebih nyaman menggunakan bahasa
inggris.
“Pertama
kali aku stand up comedy, emang pake bahasa Inggris baru bahasa Indonesia. Ya
memang ada ketakutan, tapi aku nggak pernah mikir mereka akan ngerti apa nggak.
Hanya aku juga milih kata-kata yang bahasa Inggrisnya nggak ketinggian. Tapi
kalau aku bisa membawa materi dengan baik, mereka pasti bisa tertawa kok,” ujar
Abigail mantap
Buah
Tak Jauh dari Pohon
Jika
ada pepatah buah jatuh tak jauh dari pohonnya, mungkin tepat menggambarkan
keadaannya saat ini. Abigail muda, penuh energik, dan penampilannya penuh
percaya diri. Anak kedua dari Ramon ini memang telah dibiasakan “sense of
comedy” dari kecil oleh sang ayah. Salah satu caranya ialah menonton film-film
yang bergenre komedi.
“Aku
suka dengan stand up comedy, aku ngga perlu jadi siapa-siapa. Di panggung, aku
bisa cerita tentang apapun, jadi kayak curhat,” ujar
Dengan
senyum mengembang, lulusan Universitas Padjajaran, Bandung, jurusan Ilmu
Komunikasi ini mengungkap ia seperti curhat saja saat di atas panggung.
Sejak duduk di bangku sekolah dasar Abigail mengaku ia sering kali
menghibur teman-teman ibunya ketika bertamu ke rumah. Namun, ia baru “resmi”
ber-open mic sejak tahun 2005.
“Pertama
kali aku stand up comedy justru di Bali. Kebetulan aku juga kerja di sana.
Waktu itu aku lagi bercanda sambil berdiri, cerita-cerita apa aja ke
temen-temen. Nah dari situ, kalau mereka lagi ngumpul dan aku nggak ada, pasti
aku dicariin karena nggak ada yang ngelucu. Pertama-tama ngelucu di depan
teman, terus di depan teman tapi di tempat umum, yang bisa dilihat banyak orang,”kenang
wanita kelahiran jakarta, 26 November 1982 silam.
Abaigail bercita-cita ingin menjadi seorang stand up comedian yang profesional,
terlebih comic wanita di Indonesia masih sangat jarang. Tak ada maksud khusus,
jauh dalam hatinya, Abigail memiliki keinginan selalu membuat orang-orang di
sekelilingnya merasa bahagia.
“Aku
berusaha menikmati hidup. Pingin selalu nyenangin orang. Ke depannya cuma
pingin jadi stand up comedian terkenal, paling nggak di lingkup regional. Aku
selalu bilang, orang yang paling bahagia adalah orang yang bisa menghasilkan
sesuatu dengan hobinya,” ujar Abigail.
Tips Ramon
Tommybens
Berikut “5 langkah yang
saya sukai” untuk masuk ke dunia stand up comedy ala Ramon, antara lain:
1.
Perhatikan dan pelajari para profesional
Meski menemukan sang profesional di
Indonesia masih sulit karena jumlahnya mash sedikit, Anda bisa melihat di
situs-situs seperti Youtube atau di saluran cable tv
2.
Kumpulkan bahan untuk penampilan anda
Persiapkan apa yang Anda ingin katakan.
Kemudian berimprovisasilah di sekitar itu.
3.
Jadikan bahan anda menjadi materi rutin
stand up comedy
Untuk mengubah ide anda menjadi bahan yang
akan anda bawakan ke panggung, ada beberapa hal yang bisa anda lakukan seprti
menulis beberapa lelucon, susun urutan lelucon, dan kerjakan pengaturan waktu
anda.
4.
Cari tempat untuk tampil
Meski masih sangat jarang, tempat terbaik
untuk menampilkan stand up comedy adalah di Comedy Cafe
5.
Hasilkan uang dari kelucuan Anda
au revoir (Wanita Indonesia edisi 1143)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar